Followers

28 September 2011

Rabi'ah Al-Adawiyah...

Rabi'ah Al-Adawiyah “Aku adalah Miliknya”

Ketenaran Rabi'ah Al-Adawiyah sebagai wanita sufi menimbulkan hormat dan sekaligus kekaguman pada semua kalangan. Banyak kalangan ingin menikahinya, tetapi semua ditolaknya. "Aku adalah milik-Nya' jawabnya.

Selama hidupnya, Rabi'ah Al-Adawiyah, wanita sufi dari Bashrah, tidak pernah menikah. Ketenarannya sebagai wanita sufi menimbulkan hormat dan sekaligus ke kaguman pada semua kalangan. Karena itulah, Gebenor Bashrah kala itu, Muhammad bin Sulaiman Al-Hasyimi berkeinginan untuk menikahinya, tapi ditolak Rabiah. Rabiah mengatakan, “ Seandainya engkau memberikanku seluruh warisan hartamu, tidak mungkin aku emmalingkan perhatianku dari Allah kepadamu, hatta sekejap mata sekalipun” Muhammad bin Sulaiman Al-Hasyimi adalah gubernur yang kaya raya. Dengan kekayaan yang melimpah ruah ini dia meminta tolong kepada para ulama dan umara untuk mencarikan istri yang cocok atau sesuai, yang dapat membuatnya menjaga dengan amanah harta bendanya. Orang-orang yang dimintai saran itu memberikan saran bahwa istri yang memenuhi syarat itu adalah Rabi'ah Al-Adawiyah.Namun, begitu lamaran itu disampaikan kepada Rabi'ah, ia mengirim surat kepada gebenor itu:

Persis seperti halnya kezuhudan (zuhud) di dunia ini adalah sumber kesenangan dan kenikmatan jasmani, maka begitu pulalah perhatian pada dunia menimbulkan kekhawatiran dan kesedihan. Singkirkanlah kekayaanmu di dunia ini untuk kehidupan akhirat nanti. Bersikaplah amanah kepada dirimu sendiri sekarang ini. Jangan biarkan orang lain mengelola dan membagi-bagikan harta kekayaanmu kelak. Berpuasalah dan kehidupan. Berbukalah dengan kematian. Akan halnya diriku, seandainya Allah memberiku sebanyak apa yang engkau berikan, atau bahkan lebih dan itu, aku tidak mungkin memalingkan perhatian ku dari-Nya barang sekejap pun.

Kepada orang lain yang bertanya kepadanya mengapa ia tidak menikah, Rabi'ah berkali-kali menjawab, "Ikatan perkawinan berkenaan hanya dengan wujud. Akan tetapi, adakah wujud dalam diriku? Aku bukanlah milik diriku sendiri. Aku adalah milik-Nya."

Kisah di atas mungkin berkenaan dengan Hasan Al-Bashri, sufi dari Bashrah, dekat Baghdad. Hasan pernah bertanya kepada Rabi'ah ihwal apakah ia ingin bersuami. Rabi'ah menjawab, "Ikatan perkawin¬an hanya sebatas pada wujud. Akan tetapi, di sini wujud itu tidak ada. Aku tidak mengetahui diriku sendiri. Melalui Dia-lah aku ada, dan di bawah bayang-bayang kehendak dan kemauan-Nya saja-lah aku mawujud. Suami dicari dari-Nya." "Bagaimana engkau mencapai kedudukan (maqam) ini?" tanya Hasan. "Dengan melenyapkan segenap pencapaianku dalam diri-Nya." "Lalu, bagaimana engkau menge-tahui-Nya?" "Engkau mengetahui 'bagaimana',' jawabnya, "sementara aku mengetahui tanpa 'bagaimana'." Dalam beberapa kisah disebutkan, Hasan Bashri sendiri sangat mencintai Rabi'ah. Namun tidak ada keberanian untuk melamamya. Dan akhirnya mereka terlibat dalam suatu persahabatan tetapi mesra yang didasarkan karena Allah SWT semata-mata, bukan karena hawa nafsu.

Sebuah anekdot menggambarkan bagaimana status "teman tapi mesra" antara Hasan dan Rabi'ah: Seminggu sekali, Hasan Al-Bashri mengadakan pertemuan dan ia me-nyampaikan khutbah. Setlap kali naik mimbar, ia selalu mencari Rabi'ah. Dan jika tidak melihatnya, ia tidak mau berkhutbah. Orang-orang mengatakan, "Begitu banyak orang panting dan terkemuka berkumpul di sini, ada apa gerangan jika wanita tua berhijab itu tidak datang ke sini?" Hasan menjawab, "Anggur yang di-peruntukkan buat gajah tidak bisa di-tuangkan ke dalam dada semut." Setiap kali majelis pertemuan itu se-makin hangat dan bersemangat karena mendengar kata-katanya, Hasan Al-Bashri akan berpaling kepada Rabi'ah dan berkata, "Duhai, meskipun tersembunyi di balik hijab, segenap hasrat dan gairah ini timbul hanya dari bara api da¬lam qalbumu."

Persahabatan mesra kedua sufi itu juga terlihat dalam pengakuan Hasan Al-Bashri berikut, "Kuhabiskan siang dan malam hari bersama Rabi'ah dengan mendiskusikan thariqah dan haqiqah, tetapi aku maupun Rabi'ah tidak pemah merasa bahwa salah seorang di antara kami adalah pria dan yang lainnya wanita. Hanya saja, ketika aku meninggalkannya, kudapati diriku dalam keadaan sangat memerlukan dan miskin, sementara kulihat Rabi'ah benar-benar dalam keadaan ikhlas."

  • "Aku akan Menikah jika..."

Di kala lain, orang-orang juga ber-tanya kepada Rabi'ah, "Mengapa engkau tidak menikah?" la menjawab, "Aku khawatir akan tiga hal. Jika kalian sanggup membebaskanku dari kekhawatiranku itu, aku akan menikah.

"Pertama, di saat sekarang, akankah keimananku cukup untuk menyelamatkanku? Kedua, akankah buku amalanku diberikan kepadaku di tangan kiriku atau tangan kananku? Ketiga, di saat itu ketika sekelompok orang dipanggii maju di sebelah kiri dan digiring ke neraka, dan sekelompok orang di sebelah kanan dipanggii serta digiring masuk ke surga, dalam kelompok mana aku termasuk?"

Orang-orang itu terbengong, Tentang masalah itu, kami tidak tahu." "Dengan ketakutan seperti ini, apa-kah aku bisa menikah?" kata Rabi'ah.

  • "Sekendi Madu Putih..."

Tidak hanya seorang gebenor kaya- raya yang terpesona dengan Rabi'ah, seorang ulama juga kesengsem dengan akhlaq sufi wanita yang hidupnya penuh amai ibadah itu. Menurut Abdul Wahid Zayd, Rabi'ah sering kali menghadiri majelis Samit Ajlan. Amalan-amalan ibadahnya yang terkenal menyebabkan Abdul Wahid ingin menikahinya. "Aku ungkapkan keinginanku kepada Samit Ajlan," tutur Abdul Wahid, "yang mengungkapkan keinginanku kepada Samit Ajlan, yang mengatakan bahwa bahwa ia akan mencoba menyampaikan pinanganku kepada Rabi'ah." Abdul Wahid meninggalkan Samit dan berusaha menemui Rabi'ah sendiri. Ketika sudah berhadapan dengan Rabi'ah, justru Abdul Wahid mendapatkan pertanyaan, "Nafsu mana, wahai sang pria, yang engkau lihat dalam diriku yang menyebabkanmu rindu kepada-ku?" Pertanyaan itu mengejutkan Abdul Wahid, sebab ia yakin bahwa berita pinangannya belum sampai kepada wanita sufi tersebut. Kemudian Rabi'ah mengangkat wajahnya ke langit dan berdoa, "Ya Allah, kirimkan kepada kami sekendi madu putih untuk jamuan makan kami." Segera saja sebuah kendi, yang belum pemah disaksikan Abdul Wahid sebelumnya, muncul dari tempat yang tidak diketahui asal-usulnya. "Wahai Abdul Wahid," serunya, "jika engkau ingln madu yang sama sekali bukan berasal dari lebah mana pun, atau belum pemah dirasakan oleh makhluk mana pun, ulurkan tanganmu dan berbukalah sendiri." Abdul Wahid sangat ketakutan untuk mengulurkan tangannya, betapapun dia ingin berusaha. Rabi'ah kemudian meminta dia dan rombongannya meninggalkannya. Dengan segera Abdul Wahid dan rombongannya pun pergi.

  • "Pandanglah Sang Pencipta"...

Rabi'ah tidak hanya dicintai kaum pria, tetapi juga kaum wanita. Cinta di sini bukan cinta hawa nafsu, tetapi cinta untuk mengabdi dan meneladani sebagaimana yang diamalkannya. Seorang wanita pemah mengaku kepada Rabi'ah, "Demi Allah, aku mencin-taimu."Rabi'ah menjawab, "Patuhilah dan taatilah Allah, yang demi diri-Nya engkau mencintaiku." Salah seorang wanita shalihah yang mengabdi dan berkhidmat kepada Rabi'ah adalah Abdah binti Abu Syuwail. Banyak riwayat hidup Rabi'ah, khusus-nya yang berada di dalam rumah, ber-sumber dari dirinya.

Ada juga beberapa santri wanita yang berkhidmat kepada Rabi'ah, se-bagaimana petikan kisah berikut ini:

Pada suatu hari yang indah di musim semi, Rabi'ah menyendiri di kamar tempat ia berkhalwat, dan tidak bermaksud keluar. Kemudian, salah seorang santri wanitanya berkata, "Wahai Ibu, keluarlah dan lihatlah karya-karya Sang Pencipta." "Lebih baik masuklah," jawab Rabi'ah, "dan pandanglah Sang Pencipta itu sendiri. Merenungkan-Nya membuatku tidak sempat lagi memandang ciptaan-Nya."

  1. SUMBER:
  • Al Kisah
  • http://sufiroad.blogspot.com

26 September 2011

Taman nurani

Mengapa diam membisu!!! Ada alir sendu mengalir memenuhi tasik hati mu Zikir rindu mengalun lesu silih berganti Memenuhi setiap urat saraf mu....Membakar seluruh jiwa raga
Takdir Allah menguji diri Terselindung seribu hikmah, pada maksud manisnya hidup Dalam mengapai Redho dan Rahmat dari-Nya SUBHANALLAH....... Kau pemilik hati yang tabah Diuji kau teruji Dikeji kau mengasihi Yakin pada janji dan ketentuan-Nya......... Tabah diuji Merendah dipuji, resmi padi inginnya diteladani Janji Allah penawar hatimu memenuhi rasa syukur........... ALHAMDULILLAH....... Cerah langit kerana hadirnya mentari Gelapnya malam, bulan pula menyinari alam Desir ombak dikaki pantai Mengocak lembut tasik hatimu Pawana kasih memeluk kemas pada selautan hamparan bumi Memaut lembut bersama di Taman hatimu Damai dalam ketenangan Bukti Agung Maha Pencipta ALLAHHUAKBAR....... Segala puji bagi Allah Kami ada kerana kasih sayang-Mu Ada khilaf menyapa diri Kami lemah Namun kami tidak mudah untuk mengalah ALLAH... Bawalah cinta kasih-Mu memenuhi taman hati kami Tangkap kami dalam terang-Mu Jauhi kami dari kemurkaan-Mu, kami takut, takut pada kemurkaan-Mu........ Kami ada rindu yang tak akan pernah jemu Keikhlasan dan keimanan Kami milik-Mu dan akan kembali pada-Mu pemilik yang Abadi Moga diterima hamba-Mu yang hina ini dalam kalangan yang telah Engkau janjikan... Taman syurga-Mu saujana abadi....
(......zizu_m........)

SURAH AL KHAUSAR...

SURAH AL KHAUSAR

Surah ini paling pendek, hanya mengandungi 3 ayat & diturunkan di Makkah dan ber...maksud sungai di syurga. Kolam sungai ini diperbuat daripada batu permata nan indah dan cantik.
Rasanya lebih manis daripada madu, warnanya pula lebih putih daripada susu dan lebih wangi daripada kasturi. Surah ini disifatkan sebagai surah penghibur hati Nabi Muhammad s.a.w. kerana diturunkan ketika baginda bersedih atas kematian 2 orang yang dikasihi iaitu anak lelakinya Ibrahim dan bapa saudaranya Abu Talib.
Pelbagai khasiat terkandung di dalam surah ini dan boleh kita amalkan:-
  • Baca surah ini ketika hujan dan berdoa, mudah-mudahan Allah s.w.t. makbulkan doa kita.
  • Jika kita kehausan dan tiada air, bacalah surah ini dan gosok di leher, Insya'allah hilang dahaga.
  • ) Jika sering sakit mata, seperti berair, gatal, bengkak, sapukan air mawar yang sudah dibacakan surah ini sebanyak 10x pada mata.
  • Jika rumah dipercayai terkena sihir, baca surah ini 10x, mudah-mudahan Allah s.w.t. bagi ilham pada kita dimana letaknya sihir itu.
  • Jika membacanya 1,000x rezeki kita akan bertambah.
  • Jika rajin membacanya, hati kita akan menjadi lembut dan khusyuk ketika menunaikan solat.
  • Jika orang teraniaya dan terpenjara membacanya sebanyak 71x, Allah s.w.t. akan memberikan bantuan kepadanya kerana dia tidak bersalah tetapi dizalimi.

08 September 2011

Kisah Uwais Al Qurni...

...TAK TERKENAL DI BUMI, TERKENAL DI LANGIT...
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Quran dan menangis, pakaiannya hanya dua helai yang sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafaat, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafaat sejumlah qobilah Robiah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya.
Dia adalah Uwais al-Qarni.....
DIa tak dikenali ramai dan juga miskin, banyak orang suka menertawakannya, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya. Seorang fuqoha negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata :Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri. Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak saudara kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran.Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah bertamu dan bertemu dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya.Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, bilakah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata:Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang.Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpelukkan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang.Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, bilakah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, Engkau harus lekas pulang.Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut kata sayyidatina Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
"Rosulullah SAW bersabda : Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi."
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di lantik menjadi Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap kali ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh dua orang sahabat nabi yang besar ini. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tetamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ?Abdullah, jawab Uwais.Mendengar jawaban itu, kedua sahabat pun tersenyum dan mengatakan : Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?Uwais kemudian berkata: Nama saya Uwais al-Qorni. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah:Sayalah yang harus meminta doa daripada anda berdua. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata:Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari anda. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan wang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : Terimakasih wahai Amirul mu'minin. Hamba sama sekali tidak bermaksud menolak pemberian tuan, Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi." Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.Wahai waliyullah, Tolonglah kami ! tetapi lelaki itu tidak menoleh.Lalu kami berseru lagi, Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: Apa yang terjadi ?Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?tanya kami.Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! katanya.Kami telah melakukannya.Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat.Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? Tanya kami.Uwais al-Qorni. Jawabnya dengan singkat.Kemudian kami berkata lagi kepadanya, Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir. Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah? tanyanya.Ya,jawab kami.Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal. Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.) Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.Mereka saling bertanya-tanya : Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah terlalu ramai. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa Uwais al-Qorni ternyata ia tak terkenal di bumi tapi menjadi terkenal di langit.
..................................................................................................................................................... ... Sumbangan/sumber:
  • http://tutorialgdi.ws/anbia.html
  • Mazelan Abas